Senin, 24 Februari 2014

Resensi Novel

Dan Hujan Pun Berhenti




IDENTITAS NOVEL
Judul             : "Dan Hujan pun Berhenti"
Pengarang     : Farida Susanti
Penerbit        : Grasindo
Kota Terbit   : Jakarta
Tahun Terbit : 2007
Cetakan        : Pertama
Ukuran Buku:13,8 cm x 20 cm
Tebal Buku   : 322 + Xi halaman
 



Novel karangan Farida Susanti ini menceritakan tentang kelamnya kehidupan yang dialami oleh Leostada Miyazao, tokoh utama dalam novel bertema dark (kegelapan) dan angst (kegelisahan) ini. Leo yang dibesarkan di tengah keluarga Broken home sering mengalami kekerasan fisik dan mental dari kedua orang tuanya. Kematian tragis Iris, teman pertama Leo, dan konflik dengan teman se-gengnya “Bunch of Bastards” membuat hidupnya semakin hampa dan pada akhirnya ia tidak mau lagi mempercayai orang-orang terdekatnya dan menganggap semuanya sama-sama pengkhianat.


Di tengah kesemerawutan hidup Leo, ia bertemu gadis bernama Spizaetus Caerina yang sedang menggantungkan teru-teru bozu (boneka penangkal hujan khas Jepang) seperti yang tertulis pada cover novel. “Kamu mau bunuh diri?” “ya, asal tidak hujan”. Sama seperti Leo, Spiza membenci hujan. Hujan mengingatkannya pada peristiwa yang amat pahit dimasa lalu. Kenangan buruk yang menghantuinya dalam mimpi dan membuatnya tak mampu melanjutkan hidup lagi. Persamaan tekanan batin membuat Leo dan Spiza semakin dekat. Meski begitu, keberadaan Spiza tak urung melecut persoalan. Karena ternyata Spiza ikut bertanggung jawab atas kematian Iris. 


Tak sanggup menerima kenyataan sepahit itu, Leo melampiaskan kemarahannya pada semua orang, termasuk Ibunya. Ibunya yang sudah jelas-jelas meminta maaf dan berupaya menjadi Ibu yang baik bagi Leo, tetap ia anggap sebagai kepura-puraan . Sampai akhirnya, ketika Ibu Leo meninggal bunuh diri karena frustasi barulah Leo sadar dan membuka mata dan hatinya untuk menerima kenyataan hidup dan mulai belajar untuk “PERCAYA”. Mempercayai Ayahnya yang selama ini ia benci , Keluarganya, mempercayai sahabat-sahabat Bunch of  Bastards dan yang pasti mempercayai Spiza yang notabene tidak pernah dengan sengaja menabrak Iris.


Novel ini mengambil tema  dark,  berbeda dibandingkan teenlit-teenlit pada umumnya yang kebanyakan pinky.  Kesan gelapnya yang sangat menonjol  sudah terlihat dari cover yang berwarna hitam dan tagline yang membuat penasaran dengan kata – kata mendalam yaitu bunuh diri. Cerita yang berganti-ganti  antara kejadian sekarang dan masa lalu terjalin dengan rapi  dan berkesinambungan.  Penulis  juga menghadirkan beragam karakter yang tidak terpaku antara baik dan buruk. Misalnya kematian Iris yang tragis justru menguak sebuah rahasia besar yang membuat Leo mengakhiri ratapannya dan mencoba untuk mensyukuri hidup.  

Isi novel ini juga kental dengan suasana Jepang, mulai dari latar belakang keluarga konglomerat Miyazao sampai unsur budaya dalam teru teru bozu. Bahkan dalam beberapa situasi digunakan bahasa Jepang sebagai bahasa percakapan tokoh utama dengan anggota keluarga. Semua hal ini memberi pembaca pengetahuan lebih tentang Jepang. Karena disediakan catatan-catatan  untuk menjelaskan maksud dari percakapan tersebut. Namun selain itu banyak kata-kata bertaburan umpatan, caci maki, kekerasan, kemarahan, kedengkian, dan keputus asaan. Misalnya saja dalam pertengkaran Leo dengan Spiza “Elo tuh Cuma cewek yang sama aja kayak cewek-cewek lain yang gue kenal selain Iris! Munafik!! Freak!! Tukang tipu!! Perek!!” Yang sebenarnya novel ini tidak baik dibaca oleh anak-anak dan  kurang tepat juga jika dibaca oleh orang yang mengiginkan hiburan karena novel ini juga butuh keseriusan dalam membacanya.


Pembacanya dibawa  bertubi-tubi menyelami jurang terdalam si tokoh dengan cerita yang menarik dan membuat penasaran. Belum ketahuan endingnya sebelum kita baca halaman terakhir. Dengan semua itu novel ini bisa menjadi pilihan tepat jika anda menginginkan sebuah bacaan yang sedikit memeras otak namun tetap memiliki makna dan nilai yang mendalam.