Dan Hujan Pun Berhenti
IDENTITAS NOVEL
Judul :
"Dan Hujan pun Berhenti"
Pengarang :
Farida Susanti
Penerbit :
Grasindo
Kota Terbit :
Jakarta
Tahun Terbit :
2007
Cetakan :
Pertama
Ukuran Buku:13,8 cm x 20 cm
Tebal Buku :
322 + Xi halaman
Novel
karangan Farida Susanti ini menceritakan tentang kelamnya kehidupan yang
dialami oleh Leostada Miyazao, tokoh utama dalam novel bertema dark (kegelapan)
dan angst (kegelisahan) ini. Leo yang dibesarkan di tengah keluarga Broken home sering mengalami kekerasan
fisik dan mental dari kedua orang tuanya. Kematian tragis Iris, teman pertama
Leo, dan konflik dengan teman se-gengnya “Bunch of Bastards” membuat hidupnya semakin
hampa dan pada akhirnya ia tidak mau lagi mempercayai orang-orang terdekatnya dan
menganggap semuanya sama-sama pengkhianat.
Di tengah
kesemerawutan hidup Leo, ia bertemu gadis bernama Spizaetus Caerina yang sedang
menggantungkan teru-teru bozu (boneka
penangkal hujan khas Jepang) seperti yang tertulis pada cover novel. “Kamu mau bunuh diri?” “ya, asal tidak hujan”. Sama seperti Leo,
Spiza membenci hujan. Hujan mengingatkannya pada peristiwa yang amat pahit
dimasa lalu. Kenangan buruk yang menghantuinya dalam mimpi dan membuatnya tak
mampu melanjutkan hidup lagi. Persamaan tekanan batin membuat Leo dan Spiza
semakin dekat. Meski
begitu, keberadaan Spiza tak urung melecut persoalan. Karena
ternyata Spiza ikut bertanggung jawab atas kematian Iris.
Tak sanggup
menerima kenyataan sepahit itu, Leo melampiaskan kemarahannya pada semua orang,
termasuk Ibunya. Ibunya yang sudah jelas-jelas meminta maaf dan berupaya
menjadi Ibu yang baik bagi Leo, tetap ia anggap sebagai kepura-puraan . Sampai
akhirnya, ketika Ibu Leo meninggal bunuh diri karena frustasi barulah Leo sadar
dan membuka mata dan hatinya untuk menerima kenyataan hidup dan mulai belajar
untuk “PERCAYA”. Mempercayai Ayahnya
yang selama ini ia benci , Keluarganya, mempercayai sahabat-sahabat Bunch
of Bastards dan yang pasti mempercayai
Spiza yang notabene tidak pernah dengan sengaja menabrak Iris.
Novel
ini mengambil tema dark, berbeda dibandingkan
teenlit-teenlit pada umumnya yang kebanyakan pinky. Kesan gelapnya yang
sangat menonjol sudah terlihat
dari cover yang berwarna hitam dan tagline yang membuat penasaran dengan
kata – kata mendalam yaitu bunuh diri. Cerita
yang berganti-ganti antara kejadian
sekarang dan masa lalu terjalin dengan rapi
dan berkesinambungan. Penulis juga menghadirkan
beragam karakter yang tidak terpaku antara baik dan buruk. Misalnya kematian
Iris yang
tragis justru menguak sebuah rahasia besar yang membuat Leo mengakhiri
ratapannya dan mencoba untuk mensyukuri hidup.
Isi novel ini juga kental dengan suasana Jepang,
mulai dari latar belakang keluarga konglomerat Miyazao sampai unsur budaya dalam teru
teru bozu. Bahkan dalam beberapa situasi digunakan bahasa Jepang sebagai
bahasa percakapan tokoh utama dengan anggota keluarga. Semua hal ini memberi
pembaca pengetahuan lebih tentang Jepang. Karena
disediakan catatan-catatan untuk menjelaskan
maksud dari percakapan
tersebut. Namun selain itu banyak kata-kata
bertaburan umpatan, caci maki, kekerasan, kemarahan, kedengkian,
dan keputus asaan.
Misalnya saja dalam pertengkaran Leo dengan Spiza “Elo tuh Cuma cewek yang sama aja kayak cewek-cewek lain yang gue kenal
selain Iris! Munafik!! Freak!! Tukang tipu!! Perek!!” Yang sebenarnya novel ini tidak baik dibaca oleh anak-anak dan kurang tepat juga jika
dibaca oleh orang yang mengiginkan hiburan karena novel ini juga butuh keseriusan
dalam membacanya.
Pembacanya dibawa bertubi-tubi menyelami jurang terdalam si
tokoh dengan cerita yang menarik dan membuat penasaran. Belum ketahuan endingnya sebelum kita baca halaman
terakhir. Dengan semua itu novel
ini bisa menjadi pilihan tepat jika anda menginginkan sebuah
bacaan yang sedikit memeras otak namun tetap memiliki makna dan nilai yang
mendalam.